McLaren Lo Warna Apa, Bos?

Setelah sekian purnama akhirnya saya bisa menulis lagi di blog usang ini, hehe. Sebetulnya saya punya cukup banyak topik yang layak untuk ditulis di blog ini tetapi yah, karena satu dan lain hal, hanya mentok di draft blogger atau di notion.

Tema ini sebenarnya muncul saat saya sedang belajar Solidity (programming language untuk ethereum), lalu kemudian melihat banyak video-video si paling Crypto dan si paling NFT di youtube yang membuat saya berpikir: Mungkin blockchain akan mati, bukan sebagai ide yang gagal, tapi mati oleh orang-orang rakus.



delapan monitor, kaya di control room NTMC


Ide

Mari kita mulai dari pendekatannya terlebih dahulu. Saya kebetulan orang teknis, dan saya juga bicara hal teknis. Blockchain (dan turunannya) bukan melulu soal currency / uang digital. Blockchain adalah sebuah ide baru yang memungkinkan versi alternatif dari suatu hal menjadi ada.

Blockchain itu sederhananya adalah data yang dihash. Ini sudah muncul sudah lama sekali dan orang IT yang paling nubitol pun tahu akan hal itu. Tetapi, setelah kode hash tersebut (dengan komputasi yang sangat tinggi) bisa dilakukan pembuktian terbalik (karena pada umumnya tidak), maka muncullah turunan ide dari hal tersebut.


Ide itu netral

Ide itu bersifat netral, perkara apakah diimplementasi, disepakati, dipercayai atau tidak adalah urusan yang lain. Beberapa orang (yang umumnya saya mendengar ini dari investor saham yang tidak menaruh uangnya di cryptocurrency) berkata bahwa blockchain (terutama cryptocurrency) tidaklah real, barangnya tidak nyata.

Jawaban saya soal ini akan sama dengan isi artikel yang saya tulis setahun lalu tentang bagaiamana orang memberi value pada sesuatu. Singkatnya, kalo kita perhatikan uang kertas yang ada di dompet kita, dan pandang perlahan-lahan, itu hanyalah secarik kertas biasa, yang diwarnai sedimikian rupa, diberi gambar sedemikian rupa, tetapi orang-orang sepakat bahwa kertas tersebut memiliki value. Fenomena ini namanya kepercayaan intersubjektif, bab ini di bahas di buku Yuval Harari (saya lupa antara Sapiens atau Homo Deus)

The Greedy

Mari bicara banyak tentang poin utama di postingan ini. Saya pernah mengikuti podcast seseorang terkait web3 (agak sulit menjelaskannya, tetapi web3 pada intinya adalah distributed web system, *mirip mastodon). Konsep web3 hanya bisa berjalan jika yang membuat web tersebut memegang nilai-nilai utama yang menjadi web3 seperti anti-censorship dll. Web3 lahir untuk melawan itu, jika si pembuat menerapkan censorship juga lalu apa poinnya? Ini hanya akan menjadi distributed censorship system.


Mari kita bicara cryptocurrency, ide blockchain (hashing) tadi memunculkan potensi baru yaitu: sekarang ini, transaksi keuangan itu dipegang oleh bank konvensional yang kita semua pakai. Database systemnya, cara transaksinya, biaya admin, kebijakan intra negara, kebijakan internasional itu semuanya di atur. Bayangkan, bahwa cryptocurrency dengan system sedemikian rupa (saya tidak akan bahas detilnya di sini) kita bisa membuat "bank kita sendiri". Memuat transaksi sendiri, pencatatannya sendiri dan lain sebagainya. Tentu dengan syarat bahwa semua yang ikut harus percaya pada value yang sama. Tapi datanglah orang-orang seperti Tim*** Ro**** atau Chef Turu Tinju yang hobinya ngepompom coin/token crypto tertentu.

Maksud saya adalah, jika para influencer ini memang percaya value dari sebuah ide cryptocurrency, cara yang benar adalah dengan menggunakannya dalam kehidupan nyata. Ya saya tahu bahwa nilai mata uang kripto sangat volatil, tapi mari kesampingkan hal itu dulu.

Coba anda perhatikan para influencer kripto, mereka ini bermain di batas hype (memainkan kepercayaan dan value pada suatu produk, bukan ide), mereka tidak peduli dengan tetek bengek ide utamanya, mereka hanya berjualan eceran dengan memakai premis "mata uang masa depan" supaya bisa masuk ke produk yang mereka akan jual nanti. 

Contoh ya, misalnya saya, kebelet kaya. Maka saya harus membangun personal branding seperti songong dan tahu semua hal, lalu saya main di area cryptocurrency, saya masukin uang ke Manta misalnya (beli murah yang banyak), lalu saya (dengan personal branding yang kuat) cuap-cuap ke sana ke mari bahwa "crypto is the future!", "manta ini lagi seksi banget projeknya brooo", lalu harga manta naik drastis, saya take profit lah di situ dan perlahan Manta akan turun. Saya untung. Ulang lagi berkali-kali. Basicly, mereka berjualan premis/cerita saja.

Kita tidak pernah tahu mereka meyakini ide cryptocurrency atau tidak, tentu influencer terlihat nampak sangat semangat menggemborkan kripto, tapi coba lihat dari kacamata lain. Apakah dia menyuarakan itu untuk keuntungan dia? Karena semakin banyak yang gabung kelas yang dihargai 15 juta itu bikin dia semakin kaya. Kalau kalian bingung, cobalah lihat influencer yang suka endorse di instagram, misalnya dia mengiklankan skincare tertentu, coba lihat apakah dia percaya terhadap brand tersebut dan memakainya setiap hari (yang kemudian diiklankan juga sebagai endorsement)? Atau hanya cuap-cuap: 

"ini skincare the best banget sih menurut aku" 

tapi tidak percaya dengan produknya, mau anda gatal-gatal, kulit terkelupas atau muncul kanker, influencer ini gak peduli karena cuma jualan doang, "yang penting aku untung" kata si selebgram.

Sama halnya seperti NFT, saat hype (tentu saja digoreng) dan harga NFT gila-gilaan banyak yang beli dan menganggap hal tersebut sebagai investasi. Buat saya, menganggap NFT sebagai investasi begitu saja tanpa ada konteks adalah hal bodoh. Saya menganggap NFT adalah sebuah ide baru untuk sertifikasi kepemilikan barang digital, itu saja dan tidak lebih dari itu. Sama halnya ketika kamu dapat item rare di game kesukaanmu itu, bedanya kali ini unique (hanya ada satu) dan ada bukti kepemilikan itu saja. Sekarang, harga NFT turun jauh dan orang-orang bilang "NFT is dead", well, NFT hanyalah sebuah ide, value yang kamu berikan itulah yang turun jauh. Ini sama halnya seperti (maaf saya pakai analogi bank lagi): Kamu transfer uang dari BCA ke Mandiri, lalu ternyata belum masuk uangnya, dan kamu berkata "Wah wah BCA is dead". BCA is a thing, Tim IT BCA is another thing.


turu

Atau mungkin contoh yang lebih masuk akal adalah misal kamu berkata "Multilevel Marketing itu jahat (kamu berkata begitu setelah melihat PT QNET)".  MLM is an idea, PT QNET is a product of that idea. NFT is an idea, item-NFT yang kamu punya di opensea itu adalah produk dari ide tersebut!




Let Him Cook

Mereka-mereka ini menjadi kaya dengan cara mempermainkan value/nilai dari suatu item dengan berbagai cara, bisa dengan podcast kecil-kecilan dan bilang "Token ini bagus ges, ayo serok, kalo mau tahu yang bagus-bagus, join kelas kita", mereka basicly jualan aja dan siapa yang bodoh? Ya tentu *isi sendiri*.

Menurut saya, fenomena ini akan berlangsung cukup lama dan hanya berhenti sampai orang Indonesia tahu dan bisa membedakan antara ide dan produk dari sebuah ide, bisa juga tahu bahwa Katakan Cinta, Wawancara Hipnotis Uya Kuya itu adalah settingan. Negara dengan rata-rata IQ 78 ini sepertinya lebih mungkin menunggu kiamat tiba dibanding paham hal tersebut.


Blockchain akan mati?

Mungkin saja. Kembali lagi bahwa yang membuat blockchain sebagai potensi ide bagus adalah orang yang bisa memandang hal tersebut murni sebagai "ide", tentu ide baru harus diuji. Tetapi, selama produk yang lahir dari ide tersebut berisi orang-orang tamak yang suka ngepompom dan fraud, maka akan banyak orang yang skeptis terhadap hal tersebut. Value dari blockchain akan terus diadu antara orang yang pro dan skeptis, saat post ini ditulis, nampaknya orang-orang yang skeptis masih lebih banyak, tidak salah juga, karena orang seperti Tim**** Ro**** dan Chef Turu masih hidup dari cara-cara tidak transparan. Semakin banyak yang skeptis, semakin sulit kepercayaan intersubjektif dicapai, value akan terus turun, ide akan menjadi usang dan mati.


Post a Comment

0 Comments